tag:blogger.com,1999:blog-46069874913979660472024-02-20T10:31:46.218-08:00IKATAN APOTEKER INDONESIA PROPINSI KEPRIThe Indonesian Pharmacist AssociationINDONESIAN PHARMACIST ASSOCIATIONhttp://www.blogger.com/profile/01183738594039395045noreply@blogger.comBlogger10125tag:blogger.com,1999:blog-4606987491397966047.post-65505160184494892542010-01-20T19:00:00.000-08:002010-01-20T19:02:43.007-08:00Badan POM Siap Hadapi Serbuan Produk China<div style="font-family: arial;" class="node"><span class="submitted"></span><span style="color: rgb(255, 102, 102);">Badan POM Siap Hadapi Serbuan Produk China</span><div class="content"> <span style="color: rgb(51, 102, 255);">Kepala Badan POM Dra. Kustantinah, Apt, M AppSc</span> <p>Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) telah siap menghadapi serbuan produk produk makanan dan obat dari China terkait ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA). Tetapi BPOM tidak bisa meninggalkan tiga persyaratan pokok yang harus dipenuhi yaitu mutu, khasiat, dan keamanan bagi kesehatan masyarakat.Hal Itu dikatakan Kepala Badan POM. Dra Kustantinah Apt. M App Sc. usai penandatanganan Pakta Integritas pejabat Eselon I dan II Badan POM serta Kepala Balai Besar/ Balai POM di Kantor Badan POM Jakarta. Senin (18/1).</p> <p>"Semua produk makanan dan obat Impor yang akan diedarkan di Indonesia harus melalui registrasi untuk mendapatkan izin edar. Jika tidak berarti produk tersebut Ilegal. Jika ditemukan di pasaran maka semua produk harus ditarik dan kita musnahkan." kata Kustantinah. Sementara dalam menyikapi sejumlah produsen makanan dalam negeri yang meminta kemudahan dalam memproses perizlninan. KustanUnah mengatakan Badan POM sudah ada standar khusus. "Kalau persyaratan memenuhi Pasti kami izinkan, kami tidak pernah mempersulit masyarakat dan kami selalu melindungi masyarakat," ujarnya. Meski demikian, Kustantinah mengaku kekurangan tenaga kerja terutama untuk melakukan pengawasan di lapangan dan di laboratorium guna meningkalkan kinerja dan pelayanan. "Kalau bisa kami minta tiga kali dari yang ada untuk seluruh Indonesia." ujarnya.</p> <p>Badan POM Juga akan meminta tambahan alat PCR untuk memeriksa kandungan yang terdapat dalam makanan itu hala) atau tidak halal. "Yang menentukan halal tidak halal memang MUI tetapi BPOM berkewajiban meneliti apakah benar kandungan dalam makanan Hu halal," paparnya.Berkaitan dengan Pakta Integritas yang ditandatangani pejabat Eselon I dan II Badan POM, dikatakannya sebagai pernyataan Janji menjalankan tugas pokok dan fungsi dlbl-(L mil pengawasan obat dan makanan dengan sebaik-baiknya.Artinya, seluruh pejabat akan mengerahkan segala kemampuan secara optimal guna memliertkan hasil kerja yang terbaik mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan, evaluasi, dan pengawasan dari seluruh kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya, menuju good governance dan dean government</p> <p>Hal Itu termasuk pelaksanaan reformasi birokrasi untuk meningkalkan profesionalisme aparatur negara. Berdasarkan Survei Integritas Sektor Publik 2009 yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Badan POM berada di peringkat 4 dari 39 instansi pusat yang mencapai skor Integritas tertinggi. "Ke depan untuk meningkatkan persepsi Integritas pada kondisi nyata, praktik birokrasi di Badan POM akan terus ditingkatkan." kata Kustantinah.Untuk menjaga dan mengawasi agar para pimpinan yang telah menandatangani Pakta Integritas tetap berkomitmen dalam memberantas KKN dan memberikan hasil kerja terbaik, maka Tim Pemantau Implementasi Reformasi Birokrasi di Badan POM akan terus melakukan pemantauan."Kami Juga akan menerapkan numerasl bagi karyawan di Badan POM agar mereka merasa lebih nyaman dalam bekerja karena ada penghargaan untuk hasil kerjanya." ujar Kustantinah.</p> </div> </div>INDONESIAN PHARMACIST ASSOCIATIONhttp://www.blogger.com/profile/01183738594039395045noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4606987491397966047.post-66325689472719842992009-10-14T20:57:00.000-07:002009-10-14T20:59:11.929-07:00RUU Kesehatan Tak Memberi Perlindungan Hukum Pasien<span style="color: rgb(51, 204, 255);">Indonesia Corruption Watch 30 Juli 2009 siang mengundang pakar kesehatan dari Universitas Indonesia, Prof. Dr. Firman Lubis untuk mendiskusikan tentang Rancangan Undang-undang Kesehatan. Rancangan Undang-undang ini sebenarnya sudah dari tahun 2000 yang silam masuk ke meja Dewan Perwakilan Rakyat. Namun kata beliau, tidak mengetahui dengan pasti sebenarnya apa yang membuat pembahasannya tidak kunjung selesai. Tertutupnya pembahasan, terutama atas ruang partisipasi masyarakat menambah ketidakpastian akan rancangan undang-undang ini.</span><br /><br /><span style="color: rgb(51, 204, 255);">“Konon komisi IX DPR selama masa kerja 5 tahun ini belum satu pun produk undang-undang yang dihasilkan. Nah, undang-undang kesehatan ini kemungkinan adalah satu-satunya. Makanya, mereka tidak ingin banyak masukan lagi dan cepat-cepat diketok palu (disahkan)”, ujarnya.</span><br /><span style="color: rgb(51, 204, 255);">Pertanyaan penting oleh karena ketertutupan pembahasan ini adalah, bagaimana undang-undang ini nantinya akan berpihak pada rakyat jika masyarakat pun tidak dilibatkan untuk bersama-sama dalam pembahasannya. </span><br /><br /><span style="color: rgb(51, 204, 255);">Beberapa hal krusial yang mengemuka antara lain adalah masih adanya perdebatan pasal tentang aborsi. Mana yang harus didahulukan, hak ibu untuk terus hidup ataukah janin dalam kandungan. Memang dalam rancangan undang-undang tersebut, ada pengkecualian-pengkecualian. Namun pasal ini masih diperdebatkan.</span><br /><br /><span style="color: rgb(51, 204, 255);">Selanjutnya, pasal tentang ganti rugi dari pihak pasien (pasal 11 ayat 1 RUU Kesehatan) tidak disebutkan adanya perlindungan/bantuan hukum. Padahal salah satu hak dari pasien adalah mendapatkan bantuan hukum. Hal ini penting, agar pasien yang selama ini notabene selalu menjadi pihak yang lemah, tidak dirugikan. Kejadian atau kasus malapraktek mungkin saja akan selalu menjadi momok bagi pasien. Oleh karena itu, akibat dari ketimpangan informasi antara pasien dan tenaga kesehatan (dokter), bantuan hukum untuk pasien penting ketika memang ada tuntutan. Selain alasan tersebut, dalam dalam pasal 29 RUU Kesehatan, ada kata perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan. Pertanyaannya, mengapa hanya tenaga kesehatan saja yang mendapatkan hak untuk perlindungan hukum? Sedangkan pasien tidak?</span><br /><br /><span style="color: rgb(51, 204, 255);">Point lainnya adalah masalah pembiayaan. Anggaran minimal yang disebutkan dalam rancangan undnag-undang ini sebesar 5 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanka negara (APBN). Pertanyaan yang penting dan mendasar adalah bagaimanakah alokasi daripada anggaran ini? Jika pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan masih memfokuskan pada alokasi pengadaan barang ataupun gedung atau mungkin perjalanan-perjalanan dinas pegawai, kekhawatiran untuk tidak tercapainya pelayanan kesehatan yang lebih baik akan berlanjut. Hal ini dipandang krusial karena, anggaran untuk kesehatan ini adalah untuk seluruh masyarakat Indonesia. Baik yang sakit maupun yang sehat. Karena kesehatan adalah menjadi hak bagi setiap warga. Oleh karena itu, alokasi-alokasi yang ada hendaknya benar-benar tepat untuk peningkatan akses maupun kualitas pelayanan kesehatan untuk masyarakat. Pendistribusian dan penggunaan dana-dana kesehatan harus diawasi dengan ketat. Tidak boleh lagi ada kebocoran atau korupsi dalam sektor kesehatan.</span><br /><br /><span style="color: rgb(51, 204, 255);">Di dalama RUU kesehatan ini juga belum ada pasal yang menyiratkan hubungan pabrik obat dengan dokter atau medis lainnya. Padahal hubungan ini (kolusi), adalah salah satu penyebab adanya harga obat yang menaik. Harga obat yang terus naik ini akan berakibat pada akses masyarakat (pasien) untuk kesehatannya. Akan semakin banyak masyarakat yang tidak bisa sembuh dari penyakitnya, hanya karena tidak bisa menjangkau harga obat. Padahal keberadaan obat dapat dikatakan tidak terpisahkan dalam pelayanan kuratif (pengobatan) kesehatan di Indonesia atau bahkan dunia.</span><br /><br /><span style="color: rgb(51, 204, 255);">Ternyata masih ada banyak hal krusial yang muncul dari diskusi terkait dengan RUU Kesehatan. Keseriusan atas komitmen pemerintah yang akan berganti ini, terhadap kesehatan masyarakat harus direalisasikan. Padahal amanat konstitusi adalah menyebutkan bahwa menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menjamin pelayanan kesehatan bagi tiap warganya. Bahwa kesehatan adalah investasi masa depan pembangunan Indonesia harus menjadi pemahaman bagi seluruh pemegang kebijakan. Rancangan undang-undang ini adalah harapan untuk menjadi satu regulasi yang akan memayungi jalannya kebijakan-kebijakan kesehatan yang akan datang demi terwujudnya masyarakat yang sehat dan sejahtera.</span>INDONESIAN PHARMACIST ASSOCIATIONhttp://www.blogger.com/profile/01183738594039395045noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4606987491397966047.post-66740352805853979332009-09-27T23:09:00.001-07:002009-09-27T23:16:43.289-07:00PP 51 ttg pekerjaan kefarmasianPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA<br />NOMOR 51 TAHUN 2009<br />TENTANG<br />PEKERJAAN KEFARMASIAN<br /><br />DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA<br /><br />PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,<br /><br />Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63<br />Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang<br />Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah<br />tentang Pekerjaan Kefarmasian;<br />Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara<br />Republik Indonesia Tahun 1945;<br />2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang<br />Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor<br />100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495); <br />MEMUTUSKAN:<br />Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEKERJAAN<br />KEFARMASIAN.<br /><br />BAB I<br />KETENTUAN UMUM<br />Pasal 1<br />Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud<br />dengan:<br />1. Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan<br />termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi,<br />pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan<br />pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan<br />obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan<br />informasi obat, serta pengembangan obat, bahan<br />obat dan obat tradisional.<br />2. Sediaan . . . <br /> <br />2. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat<br />tradisional dan kosmetika.<br />3. Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan<br />Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker<br />dan Tenaga Teknis Kefarmasian.<br />4. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan<br />langsung dan bertanggung jawab kepada pasien<br />yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan<br />maksud mencapai hasil yang pasti untuk<br />meningkatkan mutu kehidupan pasien.<br />5. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus<br />sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah<br />jabatan Apoteker.<br />6. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang<br />membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan<br />Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi,<br />Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga<br />Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.<br />7. Fasilitas Kesehatan adalah sarana yang digunakan<br />untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.<br />8. Fasilitas Kefarmasian adalah sarana yang<br />digunakan untuk melakukan Pekerjaan<br />Kefarmasian.<br />9. Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi adalah sarana<br />yang digunakan untuk memproduksi obat, bahan<br />baku obat, obat tradisional, dan kosmetika.<br />10. Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan<br />Farmasi adalah sarana yang digunakan untuk<br />mendistribusikan atau menyalurkan Sediaan<br />Farmasi, yaitu Pedagang Besar Farmasi dan<br />Instalasi Sediaan Farmasi.<br /><br /> 11. Fasilitas . . . <br /> <br /> 11. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian adalah sarana<br />yang digunakan untuk menyelenggarakan<br />pelayanan kefarmasian, yaitu apotek, instalasi<br />farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat,<br />atau praktek bersama.<br />12. Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan<br />berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk<br />pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan<br />farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan<br />peraturan perundang-undangan.<br />13. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian<br />tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh<br />Apoteker. <br />14. Toko Obat adalah sarana yang memiliki izin untuk<br />menyimpan obat-obat bebas dan obat-obat bebas<br />terbatas untuk dijual secara eceran.<br />15. Standar Profesi adalah pedoman untuk<br />menjalankan praktik profesi kefarmasian secara<br />baik.<br />16. Standar Prosedur Operasional adalah prosedur<br />tertulis berupa petunjuk operasional tentang<br />Pekerjaan Kefarmasian.<br />17. Standar Kefarmasian adalah pedoman untuk<br />melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas<br />produksi, distribusi atau penyaluran, dan<br />pelayanan kefarmasian.<br />18. Asosiasi adalah perhimpunan dari perguruan tinggi<br />farmasi yang ada di Indonesia.<br />19. Organisasi Profesi adalah organisasi tempat<br />berhimpun para Apoteker di Indonesia.<br /><br />20. Surat Tanda Registrasi Apoteker selanjutnya<br />disingkat STRA adalah bukti tertulis yang diberikan<br />oleh Menteri kepada Apoteker yang telah<br />diregistrasi. <br />21. Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian<br />selanjutnya disingkat STRTTK adalah bukti tertulis<br />yang diberikan oleh Menteri kepada Tenaga Teknis<br />Kefarmasian yang telah diregistrasi.<br />22. Surat Izin Praktik Apoteker selanjutnya disingkat<br />SIPA adalah surat izin yang diberikan kepada<br />Apoteker untuk dapat melaksanakan Pekerjaan<br />Kefarmasian pada Apotek atau Instalasi Farmasi<br />Rumah Sakit.<br />23. Surat Izin Kerja selanjutnya disingkat SIK adalah<br />surat izin yang diberikan kepada Apoteker dan<br />Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat<br />melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas<br />produksi dan fasilitas distribusi atau penyaluran.<br />24. Rahasia Kedokteran adalah sesuatu yang berkaitan<br />dengan praktek kedokteran yang tidak boleh<br />diketahui oleh umum sesuai dengan ketentuan<br />peraturan perundang-undangan.<br />25. Rahasia Kefarmasian adalah Pekerjaan Kefarmasian<br />yang menyangkut proses produksi, proses<br />penyaluran dan proses pelayanan dari Sediaan<br />Farmasi yang tidak boleh diketahui oleh umum<br />sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-<br />undangan.<br />26. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung<br />jawabnya di bidang kesehatan.<br /> <br />Pasal 2 . . . <br />(1) Peraturan Pemerintah ini mengatur Pekerjaan<br />Kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi<br />atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi.<br />(2) Pekerjaan Kefarmasian sebagaimana dimaksud<br />pada ayat (1) harus dilakukan oleh tenaga <br />kesehatan yang mempunyai keahlian dan<br />kewenangan untuk itu.<br /><br />Pasal 3<br /><br />Pekerjaan Kefarmasian dilakukan berdasarkan pada<br />nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, dan<br />perlindungan serta keselamatan pasien atau<br />masyarakat yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi<br />yang memenuhi standar dan persyaratan keamanan,<br />mutu, dan kemanfaatan.<br /><br />Pasal 4<br /><br />Tujuan pengaturan Pekerjaan Kefarmasian untuk:<br />a. memberikan perlindungan kepada pasien dan<br />masyarakat dalam memperoleh dan/atau<br />menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian;<br />b. mempertahankan dan meningkatkan mutu<br />penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian sesuai<br />dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan<br />teknologi serta peraturan perundangan-undangan;<br />dan<br />c. memberikan kepastian hukum bagi pasien,<br />masyarakat dan Tenaga Kefarmasian.<br /><br /><br />BAB II<br />PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KEFARMASIAN<br /><br />Bagian Kesatu <br />Umum<br /><br />Pasal 5<br /><br />Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian meliputi:<br />a. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan<br />Farmasi;<br />b. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan<br />Farmasi;<br />c. Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau<br />Penyaluran Sediaan Farmasi; dan<br />d. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pelayanan Sediaan<br />Farmasi.<br /><br />Bagian Kedua<br />Pekerjaan Kefarmasian Dalam Pengadaan <br />Sediaan Farmasi<br /><br />Pasal 6<br /><br />(1) Pengadaan Sediaan Farmasi dilakukan pada<br />fasilitas produksi, fasilitas distribusi atau<br />penyaluran dan fasilitas pelayanan sediaan<br />farmasi.<br />(2) Pengadaan Sediaan Farmasi sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan oleh<br />Tenaga kefarmasian.<br />(3) Pengadaan Sediaan Farmasi harus dapat menjamin<br />keamanan, mutu, manfaat dan khasiat Sediaan<br />Farmasi.<br />(4) Ketentuan . . . <br /><br />(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara<br />pengadaan Sediaan Farmasi sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur<br />dalam Peraturan Menteri.<br /><br />Bagian Ketiga<br />Pekerjaan Kefarmasian Dalam Produksi <br />Sediaan Farmasi<br /><br />Pasal 7<br /><br />(1) Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan<br />Farmasi harus memiliki Apoteker penanggung<br />jawab. <br />(2) Apoteker penanggung jawab sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh<br />Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis<br />Kefarmasian. <br /><br />Pasal 8<br /><br />Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi dapat berupa<br />industri farmasi obat, industri bahan baku obat,<br />industri obat tradisional, dan pabrik kosmetika.<br /><br />Pasal 9<br /><br />(1) Industri farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang<br />Apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing<br />pada bidang pemastian mutu, produksi, dan<br />pengawasan mutu setiap produksi Sediaan<br />Farmasi. <br /><br />(2) Industri obat tradisional dan pabrik kosmetika<br />harus memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) orang<br />Apoteker sebagai penanggung jawab.<br />(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Fasilitas Produksi<br />Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud dalam<br />Pasal 8 diatur dengan Peraturan Menteri.<br /><br />Pasal 10<br /><br />Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi<br />sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 harus memenuhi<br />ketentuan Cara Pembuatan yang Baik yang ditetapkan<br />oleh Menteri. <br /><br />Pasal 11<br /><br />(1) Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian,<br />Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7<br />ayat (2) harus menetapkan Standar Prosedur<br />Operasional. <br />(2) Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara<br />tertulis dan diperbaharui secara terus menerus<br />sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan<br />dan teknologi di bidang farmasi dan sesuai dengan<br />ketentuan peraturan perundang-undangan. <br /><br />Pasal 12<br /><br />Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan proses<br />produksi dan pengawasan mutu Sediaan Farmasi pada<br />Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi wajib dicatat oleh<br />Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya.<br /><br /><br />Pasal 13<br /><br />Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan<br />Kefarmasian pada Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi<br />harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan<br />teknologi di bidang produksi dan pengawasan mutu.<br /><br /><br />Bagian Keempat<br />Pekerjaan Kefarmasian Dalam Distribusi atau <br />Penyaluran Sediaan Farmasi<br /><br />Pasal 14<br /><br />(1) Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan<br />Farmasi berupa obat harus memiliki seorang<br />Apoteker sebagai penanggung jawab.<br />(2) Apoteker sebagai penanggung jawab sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh<br />Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis<br />Kefarmasian.<br />(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan<br />Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi<br />atau Penyaluran Sediaan Farmasi sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan<br />Peraturan Menteri.<br /><br />Pasal 15<br /><br />Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi atau<br />Penyaluran Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud<br />dalam Pasal 14 harus memenuhi ketentuan Cara<br />Distribusi yang Baik yang ditetapkan oleh Menteri. <br /><br /><br />Pasal 16<br /><br />(1) Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian,<br />Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14<br />harus menetapkan Standar Prosedur Operasional.<br />(2) Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara<br />tertulis dan diperbaharui secara terus menerus<br />sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan<br />dan teknologi di bidang farmasi dan sesuai dengan<br />ketentuan peraturan perundang-undangan.<br /><br />Pasal 17<br /><br />Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan proses<br />distribusi atau penyaluran Sediaan Farmasi pada<br />Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi<br />wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan<br />tugas dan fungsinya.<br /><br />Pasal 18<br /><br />Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan<br />Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi atau Penyaluran<br />Sediaan Farmasi harus mengikuti perkembangan ilmu<br />pengetahuan dan teknologi di bidang distribusi atau<br />penyaluran.<br /><br />Bagian Kelima<br />Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian Pada Fasilitas <br />Pelayanan Kefarmasian <br /><br />Pasal 19<br /><br />Fasilitas Pelayanan Kefarmasian berupa :<br />a. Apotek;<br />b. Instalasi farmasi rumah sakit;<br />c. Puskesmas;<br />d. Klinik;<br />e. Toko Obat; atau<br />f. Praktek bersama.<br /><br />Pasal 20<br />Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada<br />Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat<br />dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau Tenaga<br />Teknis Kefarmasian.<br /><br />Pasal 21<br />(1) Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada<br />Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus<br />menerapkan standar pelayanan kefarmasian.<br />(2) Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep<br />dokter dilaksanakan oleh Apoteker.<br />(3) Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat<br />Apoteker, Menteri dapat menempatkan Tenaga<br />Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK<br />pada sarana pelayanan kesehatan dasar yang<br />diberi wewenang untuk meracik dan menyerahkan<br />obat kepada pasien. <br />(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan<br />kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />menurut jenis Fasilitas Pelayanan Kefarmasian<br />ditetapkan oleh Menteri.<br />(5) Tata cara penempatan dan kewenangan Tenaga<br />Teknis Kefarmasian di daerah terpencil<br />sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan<br />Peraturan Menteri.<br /><br />Pasal 22<br />Dalam hal di daerah terpencil yang tidak ada apotek,<br />dokter atau dokter gigi yang telah memiliki Surat Tanda<br />Registrasi mempunyai wewenang meracik dan<br />menyerahkan obat kepada pasien yang dilaksanakan<br />sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-<br />undangan.<br /><br />Pasal 23<br /><br />(1) Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian,<br />Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20<br />harus menetapkan Standar Prosedur Operasional.<br />(2) Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara<br />tertulis dan diperbaharui secara terus menerus<br />sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan<br />teknologi di bidang farmasi dan ketentuan<br />peraturan perundang-undangan.<br /><br />Pasal 24<br /><br />Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas<br />Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat:<br />a. mengangkat seorang Apoteker pendamping yang<br />memiliki SIPA; <br />b. mengganti obat merek dagang dengan obat generik<br />yang sama komponen aktifnya atau obat merek<br />dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau<br />pasien; dan<br />c. menyerahkan obat keras, narkotika dan<br />psikotropika kepada masyarakat atas resep dari<br />dokter sesuai dengan ketentuan peraturan<br />perundang-undangan.<br /><br />Pasal 25<br /><br />(1) Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal<br />sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik<br />perorangan maupun perusahaan.<br />(2) Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek<br />bekerja sama dengan pemilik modal maka<br />pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan<br />sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan. <br />(3) Ketentuan mengenai kepemilikan Apotek<br />sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2)<br />dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan<br />perundang-undangan.<br /><br />Pasal 26<br /><br />(1) Fasilitas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana<br />dimaksud dalam Pasal 19 huruf e dilaksanakan<br />oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki<br />STRTTK sesuai dengan tugas dan fungsinya.<br />(2) Dalam menjalankan praktek kefarmasian di Toko<br />Obat, Tenaga Teknis Kefarmasian harus<br />menerapkan standar pelayanan kefarmasian di<br />Toko Obat.<br />(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Fasilitas<br />Pelayanan Kefarmasian di Toko Obat sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (1) dan standar pelayanan<br />kefarmasian di toko obat sebagaimana dimaksud<br />pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.<br /><br />Pasal 27<br />Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan<br />pelayanan farmasi pada Fasilitas Pelayanan<br />Kefarmasian wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian<br />sesuai dengan tugas dan fungsinya.<br /><br />Pasal 28<br />Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan<br />Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian<br />wajib mengikuti paradigma pelayanan kefarmasian dan<br />perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.<br /><br />Pasal 29<br />Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pekerjaan<br />Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian<br />sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 diatur dengan<br />Peraturan Menteri. <br /><br /><br />Bagian Keenam<br />Rahasia Kedokteran Dan Rahasia Kefarmasian<br /><br />Pasal 30<br />(1) Setiap Tenaga Kefarmasian dalam menjalankan<br />Pekerjaan Kefarmasian wajib menyimpan Rahasia<br />Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian.<br />(2) Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian<br />hanya dapat dibuka untuk kepentingan pasien,<br />memenuhi permintaan hakim dalam rangka<br />penegakan hukum, permintaan pasien sendiri<br />dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan<br />perundang-undangan.<br /><br />(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Rahasia<br />Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan<br />Menteri.<br /><br />Bagian Ketujuh<br />Kendali Mutu dan Kendali Biaya<br /><br />Pasal 31<br /><br />(1) Setiap Tenaga Kefarmasian dalam melaksanakan<br />Pekerjaan Kefarmasian wajib menyelenggarakan<br />program kendali mutu dan kendali biaya.<br />(2) Pelaksanaan kegiatan kendali mutu dan kendali<br />biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />dilakukan melalui audit kefarmasian.<br /><br />Pasal 32<br />Pembinaan dan pengawasan terhadap audit<br />kefarmasian dan upaya lain dalam pengendalian mutu<br />dan pengendalian biaya dilaksanakan oleh Menteri. <br /><br />BAB III<br />TENAGA KEFARMASIAN<br /><br />Pasal 33<br /><br />(1) Tenaga Kefarmasian terdiri atas:<br />a. Apoteker; dan<br />b. Tenaga Teknis Kefarmasian. <br />(2) Tenaga Teknis kefarmasian sebagaimana dimaksud<br />pada ayat (1) huruf b terdiri dari Sarjana Farmasi,<br />Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga<br />Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.<br /><br />Pasal 34<br /><br />(1) Tenaga Kefarmasian melaksanakan Pekerjaan<br />Kefarmasian pada:<br />a. Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi berupa<br />industri farmasi obat, industri bahan baku<br />obat, industri obat tradisional, pabrik kosmetika<br />dan pabrik lain yang memerlukan Tenaga<br />Kefarmasian untuk menjalankan tugas dan<br />fungsi produksi dan pengawasan mutu;<br />b. Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan<br />Farmasi dan alat kesehatan melalui Pedagang<br />Besar Farmasi, penyalur alat kesehatan,<br />instalasi Sediaan Farmasi dan alat kesehatan<br />milik Pemerintah, pemerintah daerah provinsi,<br />dan pemerintah daerah kabupaten/kota;<br />dan/atau<br />c. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian melalui praktik<br />di Apotek, instalasi farmasi rumah sakit,<br />puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek<br />bersama.<br />(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan<br />Pekerjaan Kefarmasian dimaksud pada ayat (1)<br />diatur dalam Peraturan Menteri.<br /><br />Pasal 35<br /><br />(1) Tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam<br />Pasal 33 harus memiliki keahlian dan kewenangan<br />dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian.<br />(2) Keahlian dan kewenangan sebagaimana dimaksud<br />pada ayat (1) harus dilaksanakan dengan<br />menerapkan Standar Profesi.<br /><br />(3) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (2) harus didasarkan pada<br />Standar Kefarmasian, dan Standar Prosedur<br />Operasional yang berlaku sesuai fasilitas kesehatan<br />dimana Pekerjaan Kefarmasian dilakukan.<br />(4) Standar Profesi sebagaimana dimaksud pada <br />ayat (2) ditetapkan sesuai dengan peraturan<br />perundang-undangan.<br /><br />Pasal 36<br /><br />(1) Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33<br />ayat (1) huruf a merupakan pendidikan profesi<br />setelah sarjana farmasi.<br />(2) Pendidikan profesi Apoteker hanya dapat dilakukan<br />pada perguruan tinggi sesuai peraturan<br />perundang-undangan.<br />(3) Standar pendidikan profesi Apoteker terdiri atas:<br />a. komponen kemampuan akademik; dan <br />b. kemampuan profesi dalam mengaplikasikan<br />Pekerjaan Kefarmasian.<br />(4) Standar pendidikan profesi Apoteker sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (3) disusun dan diusulkan<br />oleh Asosiasi di bidang pendidikan farmasi dan<br />ditetapkan oleh Menteri.<br />(5) Peserta pendidikan profesi Apoteker yang telah<br />lulus pendidikan profesi Apoteker sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (3) berhak memperoleh ijazah<br />Apoteker dari perguruan tinggi. <br /><br />Pasal 37<br /><br />(1) Apoteker yang menjalankan Pekerjaan Kefarmasian<br />harus memiliki sertifikat kompetensi profesi. <br />(2) Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan profesi,<br />dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi<br />secara langsung setelah melakukan registrasi. <br />(3) Sertifikat kompetensi profesi berlaku 5 (lima) tahun<br />dan dapat diperpanjang untuk setiap 5 (lima)<br />tahun melalui uji kompetensi profesi apabila<br />Apoteker tetap akan menjalankan Pekerjaan<br />Kefarmasian.<br />(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara<br />memperoleh sertifikat kompetensi sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (1) dan tata cara registrasi<br />profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur<br />dengan Peraturan Menteri.<br /><br />Pasal 38<br /><br />(1) Standar pendidikan Tenaga Teknis Kefarmasian<br />harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-<br />undangan yang berlaku di bidang pendidikan.<br />(2) Peserta didik Tenaga Teknis Kefarmasian<br />sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dapat<br />menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus<br />memiliki ijazah dari institusi pendidikan sesuai<br />peraturan perundang-undangan.<br />(3) Untuk dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian<br />sebagaimana dimaksud pada ayat (2), peserta didik<br />yang telah memiliki ijazah wajib memperoleh<br />rekomendasi dari Apoteker yang memiliki STRA di<br />tempat yang bersangkutan bekerja.<br /><br />(4) Ijazah dan rekomendasi sebagaimana dimaksud<br />pada ayat (3) wajib diserahkan kepada Dinas<br />Kesehatan Kabupaten/Kota untuk memperoleh izin<br />kerja.<br /><br />Pasal 39<br /><br />(1) Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan<br />Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki<br />surat tanda registrasi.<br />(2) Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud pada<br />ayat (1) diperuntukkan bagi:<br />a. Apoteker berupa STRA; dan<br />b. Tenaga Teknis Kefarmasian berupa STRTTK.<br /><br />Pasal 40<br /><br />(1) Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus<br />memenuhi persyaratan:<br />a. memiliki ijazah Apoteker;<br />b. memiliki sertifikat kompetensi profesi; <br />c. mempunyai surat pernyataan telah<br />mengucapkan sumpah/janji Apoteker;<br />d. mempunyai surat keterangan sehat fisik dan<br />mental dari dokter yang memiliki surat izin<br />praktik; dan<br />e. membuat pernyataan akan mematuhi dan<br />melaksanakan ketentuan etika profesi.<br />(2) STRA dikeluarkan oleh Menteri.<br /><br /><br />Pasal 41<br />STRA berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat<br />diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila<br />memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam <br />Pasal 40 ayat (1).<br /><br /><br /><br />Pasal 42<br />(1) Apoteker lulusan luar negeri yang akan<br />menjalankan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia<br />harus memiliki STRA setelah melakukan adaptasi<br />pendidikan.<br />(2) STRA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat<br />berupa:<br />a. STRA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 <br />ayat (1); atau<br />b. STRA Khusus.<br />(3) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />dilakukan pada institusi pendidikan Apoteker di<br />Indonesia yang terakreditasi.<br />(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara<br />pemberian STRA, atau STRA Khusus sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (2), dan pelaksanaan adaptasi<br />pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)<br />diatur dengan Peraturan Menteri. <br /><br /><br />Pasal 43<br />STRA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2)<br />huruf a diberikan kepada:<br /><br />a. Apoteker warga negara Indonesia lulusan luar<br />negeri yang telah melakukan adaptasi pendidikan<br />Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42<br />ayat (3) di Indonesia dan memiliki sertifikat<br />kompetensi profesi; <br />b. Apoteker warga negara asing lulusan program<br />pendidikan Apoteker di Indonesia yang telah<br />memiliki sertifikat kompetensi profesi dan telah<br />memiliki izin tinggal tetap untuk bekerja sesuai<br />dengan ketentuan peraturan perundang-undangan<br />di bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian; atau<br />c. Apoteker warga negara asing lulusan program<br />pendidikan Apoteker di luar negeri dengan<br />ketentuan:<br />1. telah melakukan adaptasi pendidikan Apoteker<br />di Indonesia;<br />2. telah memiliki sertifikat kompetensi profesi;<br />dan<br />3. telah memenuhi persyaratan untuk bekerja<br />sesuai dengan ketentuan peraturan<br />perundang-undangan di bidang<br />ketenagakerjaan dan keimigrasian.<br /><br />Pasal 44<br />STRA Khusus sebagaimana dimaksud pada Pasal 42<br />ayat (2) huruf b dapat diberikan kepada Apoteker warga<br />negara asing lulusan luar negeri dengan syarat:<br />1. atas permohonan dari instansi pemerintah atau<br />swasta;<br />2. mendapat persetujuan Menteri; dan <br />3. Pekerjaan Kefarmasian dilakukan kurang dari <br />1 (satu) tahun.<br /><br />Pasal 45<br /><br />(1) Penyelenggaraan adaptasi pendidikan Apoteker bagi<br />Apoteker lulusan luar negeri dilakukan pada<br />institusi pendidikan Apoteker di Indonesia.<br />(2) Apoteker lulusan luar negeri sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan<br />yang berlaku dalam bidang pendidikan dan<br />memiliki sertifikat kompetensi.<br />(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi<br />pendidikan Apoteker sebagaimana dimaksud pada<br />ayat (1) diatur oleh Menteri setelah mendapatkan<br />pertimbangan dari menteri yang tugas dan<br />tanggung jawabnya di bidang pendidikan.<br /><br />Pasal 46<br /><br />Kewajiban perpanjangan registrasi bagi Apoteker<br />lulusan luar negeri yang akan melakukan Pekerjaan<br />Kefarmasian di Indonesia mengikuti ketentuan<br />perpanjangan registrasi bagi Apoteker sebagaimana<br />dimaksud dalam Pasal 41. <br /><br />Pasal 47<br /><br />(1) Untuk memperoleh STRTTK bagi Tenaga Teknis<br />Kefarmasian wajib memenuhi persyaratan:<br />a. memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;<br />b. memiliki surat keterangan sehat fisik dan<br />mental dari dokter yang memiliki surat izin<br />praktek;<br />c. memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari<br />Apoteker yang telah memiliki STRA di tempat<br />Tenaga Teknis Kefarmasian bekerja; dan<br /><br />d. membuat pernyataan akan mematuhi dan<br />melaksanakan ketentuan etika kefarmasian.<br />(2) STRTTK dikeluarkan oleh Menteri.<br />(3) Menteri dapat mendelegasikan pemberian STRTTK<br />kepada pejabat kesehatan yang berwenang pada<br />pemerintah daerah provinsi. <br />Pasal 48<br />STRTTK berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat<br />diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila<br />memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam <br />Pasal 47 ayat (1).<br /><br /><br />Pasal 49<br />STRA, STRA Khusus, dan STRTTK tidak berlaku karena:<br />a. habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang oleh<br />yang bersangkutan atau tidak memenuhi<br />persyaratan untuk diperpanjang;<br />b. dicabut atas dasar ketentuan peraturan<br />perundang-undangan;<br />c. permohonan yang bersangkutan;<br />d. yang bersangkutan meninggal dunia; atau <br />e. dicabut oleh Menteri atau pejabat kesehatan yang<br />berwenang.<br /><br />Pasal 50<br />(1) Apoteker yang telah memiliki STRA, atau STRA<br />Khusus, serta Tenaga Teknis Kefarmasian yang<br />telah memiliki STRTTK harus melakukan Pekerjaan<br />Kefarmasian sesuai dengan pendidikan dan<br />kompetensi yang dimiliki.<br /><br />(2) Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki<br />STRTTK mempunyai wewenang untuk melakukan<br />Pekerjaan Kefarmasian dibawah bimbingan dan<br />pengawasan Apoteker yang telah memiliki STRA<br />sesuai dengan pendidikan dan keterampilan yang<br />dimilikinya.<br />(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai wewenang Tenaga<br />Teknis Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada<br />ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.<br /><br />Pasal 51<br /><br />(1) Pelayanan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau<br />instalasi farmasi rumah sakit hanya dapat<br />dilakukan oleh Apoteker.<br />(2) Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />wajib memiliki STRA.<br />(3) Dalam melaksanakan tugas Pelayanan<br />Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1),<br />Apoteker dapat dibantu oleh Tenaga Teknis<br />Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK.<br /><br />Pasal 52<br /><br />(1) Setiap Tenaga Kefarmasian yang melaksanakan<br />Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki<br />surat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian<br />bekerja.<br />(2) Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />dapat berupa:<br />a. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan<br />Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau<br />instalasi farmasi rumah sakit;<br /><br />b. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan<br />Kefarmasian sebagai Apoteker pendamping;<br />c. SIK bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan<br />Kefarmasian di fasilitas kefarmasian diluar<br />Apotek dan instalasi farmasi rumah sakit; atau<br />d. SIK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang<br />melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada<br />Fasilitas Kefarmasian.<br /><br />Pasal 53<br /><br />(1) Surat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52<br />dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang<br />berwenang di Kabupaten/Kota tempat Pekerjaan<br />Kefarmasian dilakukan. <br />(2) Tata cara pemberian surat izin sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan berdasarkan<br />pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. <br /><br />Pasal 54<br /><br />(1) Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52<br />ayat (2) huruf a hanya dapat melaksanakan praktik<br />di 1 (satu) Apotik, atau puskesmas atau instalasi<br />farmasi rumah sakit.<br />(2) Apoteker pendamping sebagaimana dimaksud<br />dalam Pasal 52 ayat (2) huruf b hanya dapat<br />melaksanakan praktik paling banyak di 3 (tiga)<br />Apotek, atau puskesmas atau instalasi farmasi<br />rumah sakit.<br />Pasal 55<br /><br />(1) Untuk mendapat surat izin sebagaimana dimaksud<br />dalam Pasal 52, Tenaga Kefarmasian harus<br />memiliki:<br /><br />a. STRA, STRA Khusus, atau STRTTK yang masih<br />berlaku;<br />b. tempat atau ada tempat untuk melakukan<br />Pekerjaan Kefarmasian atau fasilitas<br />kefarmasian atau Fasilitas Kesehatan yang<br />memiliki izin; dan<br />c. rekomendasi dari Organisasi Profesi setempat.<br />(2) Surat Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />batal demi hukum apabila Pekerjaan Kefarmasian<br />dilakukan pada tempat yang tidak sesuai dengan<br />yang tercantum dalam surat izin.<br /><br />BAB IV<br />DISIPLIN TENAGA KEFARMASIAN<br /><br />Pasal 56<br />Penegakkan disiplin Tenaga Kefarmasian dalam<br />menyelenggarakan Pekerjaan Kefarmasian dilakukan<br />sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-<br />undangan. <br />Pasal 57<br />Pelaksanaan penegakan disiplin Tenaga Kefarmasian<br />sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dilaksanakan<br />sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang<br />berlaku.<br /><br /><br />BAB V<br />PEMBINAAN DAN PENGAWASAN<br /><br />Pasal 58<br />Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah<br />Daerah Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya serta<br />Organisasi Profesi membina dan mengawasi<br />pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian. <br /><br /><br />Pasal 59<br />(1) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana<br />dimaksud dalam Pasal 58 diarahkan untuk:<br />a. melindungi pasien dan masyarakat dalam hal<br />pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian yang<br />dilakukan oleh Tenaga Kefarmasian;<br />b. mempertahankan dan meningkatkan mutu<br />Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan<br />perkembangan ilmu pengetahuan dan<br />teknologi; dan<br />c. memberikan kepastian hukum bagi pasien,<br />masyarakat, dan Tenaga Kefarmasian.<br />(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan<br />pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />diatur dengan Peraturan Menteri.<br /><br />BAB VI<br />KETENTUAN PERALIHAN<br /><br />Pasal 60<br />Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:<br />1. Apoteker yang telah memiliki Surat Penugasan<br />dan/atau Surat Izin Apoteker dan/atau SIK, tetap<br />dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian dan<br />dalam jangka waktu 2 (dua) tahun wajib<br />menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini. <br />2. Asisten Apoteker dan Analis Farmasi yang telah<br />memiliki Surat Izin Asisten Apoteker dan/atau SIK,<br />tetap dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian dan<br />dalam jangka waktu 2 (dua) tahun wajib<br />menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini. <br /><br /><br />Pasal 61<br />Apoteker dan Asisten Apoteker yang dalam jangka<br />waktu 2 (dua) tahun belum memenuhi persyaratan<br />sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini,<br />maka surat izin untuk menjalankan Pekerjaan<br />Kefarmasian batal demi hukum.<br /><br />Pasal 62<br />Tenaga Teknis Kefarmasian yang menjadi penanggung<br />jawab Pedagang Besar Farmasi harus menyesuaikan<br />dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling<br />lambat 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini<br />diundangkan.<br /><br />BAB VII<br />KETENTUAN PENUTUP<br /><br />Pasal 63<br />Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku,<br />Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang<br />Apotik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun<br />1965 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik<br />Indonesia Nomor 2752), sebagaimana diubah dengan<br />Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980 tentang<br />Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965<br />tentang Apotik (Lembaran Negara Republik Indonesia<br />Tahun 1980 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara<br />Republik Indonesia Nomor 3169) dan Peraturan<br />Pemerintah Nomor 41 Tahun 1990 tentang Masa Bakti<br />Dan Izin Kerja Apoteker (Lembaran Negara Republik<br />Indonesia Tahun 1990 Nomor 55, Tambahan Lembaran<br />Negara Republik Indonesia Nomor 3422), dicabut dan<br />dinyatakan tidak berlaku.<br />Pasal 64<br />Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal<br />diundangkan. <br /><br />Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan<br />pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan<br />penempatannya dalam Lembaran Negara Republik<br />Indonesia.<br /><br />Ditetapkan di Jakarta<br />pada tanggal 1 September 2009<br /><br />PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,<br /><br />ttd.<br /><br />DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO<br /><br />Diundangkan di Jakarta<br />pada tanggal 1 September 2009<br /><br />MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA<br />REPUBLIK INDONESIA,<br /><br />ttd.<br /><br />ANDI MATTALATTA<br /><br /><br />LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 124 PENJELASAN<br />ATAS<br />PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA<br />NOMOR 51 TAHUN 2009<br />TENTANG<br />PEKERJAAN KEFARMASIAN<br /><br />I. U M U M<br />Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk<br />meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi<br />setiap orang untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal<br />sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana diamanatkan<br />oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia<br />Tahun 1945.<br />Tenaga Kefarmasian sebagai salah satu tenaga kesehatan pemberi<br />pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan penting<br />karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan, khususnya <br />Pelayanan Kefarmasian.<br />Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di<br />bidang kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi Pelayanan<br />Kefarmasian dari pengelolaan obat sebagai komoditi kepada pelayanan<br />yang komprehensif (pharmaceutical care) dalam pengertian tidak saja<br />sebagai pengelola obat namun dalam pengertian yang lebih luas<br />mencakup pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung<br />penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan<br />obat untuk mengetahui tujuan akhir serta kemungkinan terjadinya<br />kesalahan pengobatan (medication error).<br />Perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik<br />kefarmasian dirasakan belum memadai, selama ini masih didominasi<br />oleh kebutuhan formal dan kepentingan Pemerintah, dan belum<br />memberdayakan Organisasi Profesi dan pemerintah daerah sejalan<br />dengan era otonomi. Sementara itu berbagai upaya hukum yang<br />dilakukan dalam memberikan perlindungan menyeluruh kepada<br />masyarakat sebagai penerima pelayanan, dan Tenaga Kefarmasian<br />sebagai pemberi pelayanan telah banyak dilakukan, akan tetapi<br />dirasakan masih belum memadai karena kemajuan ilmu pengetahuan<br />dan teknologi yang berkembang sangat cepat tidak seimbang dengan<br />perkembangan hukum.<br />Dalam rangka memberikan kepastian hukum dan perlindungan<br />hukum, untuk meningkatkan, mengarahkan dan memberi landasan<br />hukum serta menata kembali berbagai perangkat hukum yang<br />mengatur penyelenggaraan praktik kefarmasian agar dapat berjalan<br />sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka<br />perlu mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam suatu peraturan<br />pemerintah. <br />Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur:<br />1. Asas dan Tujuan Pekerjaan Kefarmasian; <br />2. Penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan,<br />Produksi, Distribusi, atau Penyaluran dan Pelayanan Sediaan<br />Farmasi;<br />3. Tenaga Kefarmasian;<br />4. Disiplin Tenaga Kefarmasian; serta<br />5. Pembinaan dan Pengawasan;<br /><br />II. PASAL DEMI PASAL<br /> Pasal 1<br />Cukup jelas.<br /> Pasal 2<br />Cukup jelas.<br /><br /><br /> Pasal 3<br />Yang dimaksud dengan :<br />a. ”Nilai Ilmiah” adalah Pekerjaan Kefarmasian harus didasarkan<br />pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperoleh dalam<br />pendidikan termasuk pendidikan berkelanjutan maupun<br />pengalaman serta etika profesi.<br />b. ”Keadilan” adalah penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian<br />harus mampu memberikan pelayanan yang adil dan merata<br />kepada setiap orang dengan biaya yang terjangkau serta<br />pelayanan yang bermutu.<br />c. ”Kemanusiaan” adalah dalam melakukan Pekerjaan<br />Kefarmasian harus memberikan perlakuan yang sama dengan<br />tidak membedakan suku, bangsa, agama, status sosial dan<br />ras.<br />d. ”Keseimbangan” adalah dalam melakukan Pekerjaan<br />Kefarmasian harus tetap menjaga keserasian serta<br />keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat.<br />e. ”Perlindungan dan keselamatan” adalah Pekerjaan<br />Kefarmasian tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan<br />semata, tetapi harus mampu memberikan peningkatan derajat<br />kesehatan pasien.<br /> Pasal 4<br />Cukup jelas.<br /> Pasal 5<br />Cukup jelas.<br /> Pasal 6<br />Ayat (1)<br /> Cukup jelas.<br /><br /><br />Ayat (2)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (3)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (4)<br />Yang dimaksud dengan tata cara dalam ayat ini untuk sektor<br />pemerintah mengikuti peraturan yang berlaku. <br />Pasal 7<br />Cukup jelas.<br /> Pasal 8<br />Cukup jelas.<br />Pasal 9<br />Cukup jelas.<br />Pasal 10<br />Yang dimaksud dengan ”Cara Pembuatan Yang Baik” adalah<br />petunjuk yang menyangkut segala aspek dalam produksi dan<br />pengendalian mutu meliputi seluruh rangkaian pembuatan obat<br />yang bertujuan untuk menjamin agar produk obat yang<br />dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan<br />sesuai dengan tujuan penggunaannya.<br />Pasal 11<br />Ayat (1)<br /> Cukup jelas.<br />Ayat (2)<br />Keharusan memperbaharui Standar Prosedur Operasional<br />dimaksudkan agar dapat mengikuti perkembangan ilmu<br />pengetahuan dan meningkatkan mutu pelayanan yang lebih<br />baik. <br /><br /><br />Pasal 21<br /> Cukup jelas. <br />Pasal 22<br /> Cukup jelas.<br />Pasal 23<br /> Cukup jelas.<br />Pasal 24<br />Huruf a<br /> Cukup jelas.<br />Huruf b<br /> Penggantian obat merek dagang dengan obat generik yang<br />sama dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada<br />pasien yang kurang mampu secara finansial untuk tetap dapat<br />membeli obat dengan mutu yang baik.<br />Huruf c<br />Cukup jelas <br />Pasal 25<br /> Ayat (1)<br />Dalam ketentuan ini Apoteker yang mendirikan Apotek dengan<br />modal sendiri melakukan sepenuhnya Pekerjaan Kefarmasian.<br />Ayat (2)<br />Dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari<br />pekerjaan kefarmasian dilakukan oleh yang tidak memiliki<br />kompetensi dan wewenang.<br />Ayat (3)<br />Cukup jelas.<br /><br />Pasal 26<br /> Cukup jelas.<br />Pasal 27<br /> Cukup jelas.<br />Pasal 28<br /> Cukup jelas.<br />Pasal 29<br /> Cukup jelas.<br />Pasal 30<br />Ayat (1)<br />Pemberian obat oleh dokter pada dasarnya mempunyai hubungan<br />sangat erat dengan Pekerjaan Kefarmasian di mana obat pada<br />dasarnya mempunyai fungsi mempengaruhi atau menyelidiki<br />sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan<br />diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan<br />kesehatan, oleh karena itu perlu dijaga kerahasiaannya dan <br />agar tidak menimbulkan dampak negatif kepada pasien.<br />Ayat (2)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (3)<br />Cukup jelas.<br />Pasal 31<br /> Ayat (1)<br />Yang dimaksud dengan “kendali mutu” dalam ayat ini adalah<br />suatu sistem pemberian Pelayanan Kefarmasian yang efektif,<br />efisien, dan berkualitas dalam memenuhi kebutuhan <br />Pelayanan Kefarmasian.<br /><br />Yang dimaksud dengan “kendali biaya” adalah Pelayanan<br />Kefarmasian yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan<br />didasarkan pada harga yang sesuai dengan ketentuan<br />perundang-undangan. <br />Ayat (2)<br />Yang dimaksud dengan “audit kefarmasian” adalah upaya<br />evaluasi secara profesional terhadap mutu Pelayanan<br />Kefarmasian yang diberikan kepada masyarakat yang dibuat<br />oleh Organisasi Profesi atau Asosiasi Institusi Pendidikan<br />Farmasi. <br />Pasal 32<br /> Cukup jelas.<br />Pasal 33<br /> Cukup jelas<br />Pasal 34<br /> Cukup jelas.<br />Pasal 35<br />Ayat (1)<br />Keahlian dan kewenangan Tenaga Kefarmasian dibuktikan<br />dengan memiliki surat izin praktik.<br />Terhadap tenaga kesehatan di luar Tenaga Kefarmasian juga<br />dapat diberikan kewenangan melakukan Pekerjaan<br />Kefarmasian yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan<br />peraturan perundang-undangan. <br /> Ayat (2)<br />Cukup jelas. <br /><br /><br />Ayat (3)<br />Standar kefarmasian pada sarana produksi adalah cara<br />pembuatan yang baik (Good Manufacturing Practices), pada<br />sarana distribusi adalah cara distribusi yang baik (Good<br />Distribution Practices), dan pada sarana pelayanan adalah cara<br />pelayanan yang baik (Good Pharmacy Practices).<br />Ayat (4)<br />Cukup jelas.<br />Pasal 36<br />Cukup jelas.<br />Pasal 37<br />Ayat (1)<br />Yang dimaksud dengan “sertifikat kompetensi” adalah<br />pernyataan tertulis bahwa seseorang memiliki kompetensi.<br />Ayat (2)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (3)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (4)<br />Cukup jelas.<br />Pasal 38<br />Cukup jelas.<br />Pasal 39<br />Cukup jelas.<br />Pasal 40<br />Cukup jelas.<br /><br />Pasal 41<br />Cukup jelas.<br />Pasal 42<br />Cukup jelas.<br />Pasal 43<br />Cukup jelas.<br />Pasal 44<br />Cukup jelas.<br />Pasal 45<br />Ayat (1)<br />Adaptasi dilakukan melalui evaluasi terhadap kemampuan<br />untuk menjalankan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia. <br />Ayat (2)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (3)<br />Cukup jelas.<br />Pasal 46<br />Cukup jelas.<br />Pasal 47<br />Cukup jelas.<br />Pasal 48<br />Cukup jelas.<br />Pasal 49<br />Cukup jelas.<br /><br />Pasal 50<br />Cukup jelas.<br />Pasal 51<br /> Ayat (1)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (2)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (3)<br />Dalam hal Apoteker dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian,<br />pelaksanaan pelayanan Kefarmasian tetap dilakukan oleh <br />Apoteker dan tanggung jawab tetap berada di tangan <br />Apoteker.<br />Pasal 52<br />Cukup jelas.<br />Pasal 53<br />Cukup jelas.<br />Pasal 54<br />Cukup jelas.<br />Pasal 55<br />Cukup jelas.<br />Pasal 56<br />Cukup jelas.<br />Pasal 57<br />Cukup jelas.<br /><br /><br />Pasal 58<br />Cukup jelas.<br />Pasal 59<br />Cukup jelas.<br />Pasal 60<br />Cukup jelas.<br />Pasal 61<br />Cukup jelas.<br />Pasal 62<br />Cukup jelas.<br />Pasal 63<br />Cukup jelas.<br />Pasal 64<br />Cukup jelas.<br /> <br />TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5044INDONESIAN PHARMACIST ASSOCIATIONhttp://www.blogger.com/profile/01183738594039395045noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4606987491397966047.post-46480808969716143942009-05-03T20:25:00.000-07:002009-05-03T20:26:34.306-07:00Obat Wajib ApotekTAHUKAH KAMU??? - Memang, self-medication atau upaya pengobatan oleh si penderita atau keluarganya, merupakan kebiasaan tua yang sudah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak dahulu. Namun sekarang, dalam dunia kedokteran yang demikian canggih, dengan ragam penyakit semakin banyak dan ribuan jenis obat bersifat spesifik dan luar biasa kuatnya sehingga hanya boleh digunakan di bawah pengawasan dokter, self-medication tetap punya tempat khusus.<br /><br />Bahkan karena orang mulai mempertimbangkan cost-effectiveness setiap tindakan, kedudukan pengobatan sendiri justru semakin kokoh. Oleh karena itu sangatlah bijaksana kalau setiap rumah tangga melengkapi dengan kotak obat yang bukan sekadar kotak P3K. Di dalamnya seyogianya terdapat obat dan alat kesehatan untuk keperluan self-medication.<br /><br />Obat dasar dan obat wajib apotik<br /><br />Isi kotak obat rumah tangga (KORT) tentu saja bergantung pada komposisi keluarga. Keluarga muda, yang terdiri atas sepasang suami istri muda dan seorang anak balita, isi kotak obatnya akan berbeda dengan keluarga yang terdiri atas suami istri paruh baya dan anak-anak yang berangkat dewasa. Juga berbeda dengan KORT untuk pasangan lanjut usia.<br /><br />Walaupun demikian, ada obat yang merupakan kebutuhan orang pada umumnya. Sebutannya, obat dasar. Obat tersebut untuk mengatasi kecelakaan di rumah tangga (tersayat, jatuh, terkilir, terbakar atau tersiram air mendidih, digigit serangga, dsb.), keluhan dan gejala fisik yang remeh tetapi mengganggu (demam, sakit kepala, pilek, batuk, pegal otot), serta keluhan dan gejala fisik yang berpotensi membahayakan (diare pada manula maupun balita, dan kejang demam pada anak balita). Obat dasar biasanya juga disertai dengan alat kesehatan.<br /><br />Selebihnya, KORT harus berisi obat khusus untuk penyakit yang diderita oleh salah satu anggota keluarga, yang mungkin bersifat kambuhan macam mimisan, asma bronkiale, alergi makanan/obat, penyakit jantung koroner, nyeri haid, kejang, gastritis, sembelit, dan gangguan tidur. Tentu saja, obat-obat ini kita peroleh dengan bantuan dokter keluarga, sebab sebagian besar obat-obatnya merupakan obat keras yang hanya digunakan di bawah pengawasan dokter.<br /><br />Obat dasar, yang harus ada dalam KORT, umumnya adalah obat yang bersifat simtomatik, menghilangkan gejala. Sebagai obat bebas terbatas, obat-obat ini dijual bebas tetapi penggunaannya dibatasi oleh tata cara dan dosis tertentu. Oleh karena itu jangan lupa membaca aturan pakai dan peringatan pada kemasan atau pada lembar sisip dalam kemasan, serta mematuhinya. Sayangnya, informasi tersebut tidak selengkap patient package insert (PPI) yang dikenal di negara Barat.<br /><br />Obat dasar tadi meliputi:<br /><br />§ Obat luka & luka bakar. Di dalamnya termasuk obat merah, yakni antiseptik yang dijual tanpa merek, atau yang tersedia dalam botol kecil maupun besar dengan merek. Juga, perubalsam atau salef levertran untuk luka bakar ringan. Tetapi tindakan pertama untuk luka bakar ringan yang harus dilakukan adalah pendinginan dengan es atau rendaman air dingin supaya panas segera didinginkan dari luar dan tidak “membakar” jaringan lebih dalam.<br /><br />§ Obat pereda nyeri dan demam (analgesik dan antipiretik. Dalam kelompok ini adalah obat-obat yang mengandung parasetamol (nama lainnya: asetaminofen) macam Panadol atau Biogesic. Dalam bentuk kombinasi, parasetamol juga terdapat dalam Oskadon dan Neozep, misalnya. Pereda nyeri dan demam yang baik lainnya adalah asam asetilsalisilat, atau asetosal. Bahan tersebut terkandung dalam puluhan produk lainnya (seperti Aspirin, Naspro). Analgesik-antipiretik biasanya tersedia juga dalam bentuk sirup atau tetesan untuk pasien anak-anak, misalnya Tempra, Bodrexin, Termorex. Beberapa obat lebih bersifat analgesik dan tidak bekhasiat antipiretik sehingga bukan obat tepat untuk demam, misalnya asam mefenamat (dalam Ponstan), ibuprofen (dalam Axalan, Ibufen). Obat-obat ini baik sekali untuk menghilangkan nyeri otot dan sendi, atau nyeri haid.<br /><br />§ Obat flu. Kelompok ini merupakan obat kombinasi yang selalu mengandung analgesik-antipiretik, tetapi berbeda dengan kelompok di atas. Obat flu biasanya mengandung zat aktif lain untuk mengurangi produksi lendir atau mengatasi hidung tumpat (decongestant). Fenilpropanolamin (PPA) dan pseudoefedrin adalah contoh dekongestan. Beberapa antiflu juga mengandung antialergi, penekan batuk (antitusif), atau pemacu batuk (ekspektoran), karena gejala flu memang bermacam-macam. Kita dapat memilih jenis antiflu yang cocok dengan gejala yang sering muncul ketika terserang flu. Sekali lagi jangan lupa membaca lembar sisip (PPI) produk karena kelompok obat ini merupakan obat bebas terbatas.<br /><br />§ Obat gosok. Kelompok ini sudah lama dikenal sebagai obat untuk menghangatkan atau mendinginkan tubuh. Juga dapat mengatasi gatal atau sakit akibat gigitan serangga. Di dalamnya termasuk minyak atsiri (seperti minyak kayu putih, minyak sereh, atau minyak cengkeh), yang biasanya menghangatkan tubuh sehingga dapat membantu mengatasi perut kembung. Vaporub tertentu ternyata juga mengandung minyak kayu putih. Sementara itu, berbagai balsem atau salef sebenarnya mengandung metilsalisilat atau analgesik lainnya. Hanya saja, tambahan mentol dan kamfer membuat obat gosok ini mula-mula menimbulkan rasa dingin sehingga setelah diurutkan, bagian tubuh tersebut harus ditutup. Uap yang ditimbulkan oleh obat-obat ini akan terhirup dan memberikan juga rasa hangat dan lega di saluran napas.<br /><br />§ Garam oralit. Obat ini diperlukan oleh anak-anak dan orang dewasa yang mengalami mencret-mencret. Sebenarnya diare merupakan cara tubuh untuk mengeluarkan sesuatu yang tidak dapat diterima oleh usus, misalnya makanan busuk atau racun yang dilepas oleh virus dan kuman. Sayangnya, orang dewasa sering melupakannya, bila mencret-mencret. Dalam keadaan lemas bukannya oralit yang diminum, tetapi obat diare. Tampaknya, konsep tentang manfaat diare belum dipahami oleh masyarakat, sehingga orang sering ingin buru-buru menghentikan diare.<br /><br />Selain obat dasar, KORT sebaiknya juga berisi bahan atau alat kesehatan. Di antaranya, plester, pembalut, kasa, kapas, dan gunting. Plester dapat dibedakan atas plester biasa dan plester obat (misalnya Hansaplast atau Band Aid) yang berguna untuk mengobati luka kecil. Untuk luka lebih luas sebaiknya digunakan potongan kecil kasa steril yang dikemas dalam kotak. Pembalut biasa umumnya dijual dalam gulungan yang lebarnya macam-macam. Gunting yang disiapkan dalam KORT sebaiknya tidak terlalu kecil.<br /><br />KORT bisa pula diisi dengan obat wajib apotik, yaitu obat keras yang bila diperlukan dapat diperoleh di apotik walaupun tanpa resep. Apotik bahkan wajib memberikannya kepada konsumen yang membutuhkan dan wajib memberikan penjelasan seperlunya. Apotik hanya boleh memberikannya dalam jumlah terbatas dan tenaga apoteker atau asistennya harus memberikan informasi tentang penggunaannya. Obat-obat yang masuk dalam kelompok ini ditetapkan oleh pemerintah pada tahun 1990. Tiga tahun kemudian daftar obat ini menjadi lebih panjang lagi. Ini menunjukkan betapa pentingnya kedudukan pengobatan sendiri. Ya, self-medication harus dijalankan dengan benar barulah bermanfaat, kalau tidak, bisa jadi mudarat yang datang.<br /><br />Obat yang tergolong dalam obat wajib apotik antara lain:<br /><br />§ Kontrasepsi<br /><br />§ Obat saluran cerna: obat “maag”, obat mules, obat mual dan kembung, obat radang usus, juga obat cacing<br /><br />§ Obat batuk dan asma dalam bentuk tablet maupun obat hirup<br /><br />§ Obat kulit untuk infeksi kuman, jamur, eksim<br /><br />§ Obat-obat antialergi.<br /><br />Menentukan isi KORT<br /><br />Bagi keluarga muda yang punya anak balita, selain berisi obat dasar, KORT hendaknya berisi tambahan obat yang biasanya dibutuhkan untuk penyakit anak balita. Obat-obat tambahan tersebut adalah:<br /><br />§ Bedak untuk menghilangkan gatal akibat biang keringat<br /><br />§ Obat kejang demam bila balita kita pernah mengalami kejang demam. Untuk itu, mintalah nasihat dokter dalam mengantisipasi kejang demamnya. Kalau dokter membekali puyer berisi obat kejang, sebelum menggunakannya, periksa dulu apakah puyer tersebut masih layak pakai. Dokter juga mungkin menganjurkan Anda menyimpan krim diazepam yang tersedia dalam tube kecil untuk dimasukkan ke dubur ketika anak mengalami serangan kejang. Pelajari betul cara penggunaannya.<br /><br />§ Andrenalin (1 - 2 ampul) bila si kecil sering mimisan. Simpan obat itu untuk dibubuhkan ke kapas dan disumbatkan ke lubang hidung yang berdarah. Obat ini hanya boleh didapat dengan resep dokter, jadi kita perlu melapor ke dokter keluarga bila anak kita mengalami mimisan. Daun sirih yang digulung kemudian dimasukkan ke lubang hidung merupakan cara tradisional yang sama manjurnya.<br /><br />§ Tablet atau obat hirup salbutamol, atau aminofilin supositoria bila di rumah kita ada penderita asma bronkiale. Perhatikan bahwa obat hirup untuk anak takarannya lebih kecil. Jangan lupa: pelajari betul cara menggunakan obat hirup tersebut.<br /><br />§ Tablet CTM dan tablet deksametason bila ada anggota keluarga yang menderita alergi terhadap makanan atau obat tertentu. Bila kita yakin bahwa kulit merah dan gatal setelah makan udang itu adalah gejala alergi, segeralah minum kedua tablet tadi masing-masing satu.<br /><br />Pada keluarga yang lebih lanjut, pola penyakitnya tentu berbeda. Keluhan saluran cerna, mulai dari mual, kembung, mules, sampai ke sembelit; gangguan tidur; penyakit jantung, hipertensi; penyakit kencing manis; dan rematik mewarnai kehidupan keluarga paruh baya atau lanjut usia. Maka obat yang perlu ditambahkan pada KORT meliputi:<br /><br />§ Berbagai antasida yang digabung dengan obat pelemas usus (antispasmodik). Merek obat ini banyak dan dapat dibeli bebas. Pirenzepin baik sekali untuk mengatasi kelebihan asam lambung, metoklopramid (Primperan) untuk mengatasi mual, sedangkan sediaan bismut dapat mengatasi kembung. Ketiga obat ini merupakan obat wajib apotik.<br /><br />§ Cairan parafin, seperti yang terdapat dalam Laxadine, dapat dibeli bebas, sementara obat sembelit lain yang dipasarkan dan diiklankan dengan nama Dulcolax merupakan obat bebas terbatas yang penggunaannya harus hati-hati.<br /><br />§ Obat mules semacam Buscopan, yang harus digunakan di bawah pengawasan dokter. Upaya darurat mengatasi serangan mules, misalnya tengah malam, adalah menghangatkan perut dengan botol panas atau dengan minyak atsiri.<br /><br />Yang juga perlu diperhatikan, obat batuk berdahak, misalnya, yang mengandung asetilsistein atau bromheksin tidak perlu disimpan dalam KORT sebab kita dapat membelinya esok atau lusa, atau tidak sama sekali karena minum air dalam volume banyak pun sudah sama manjurnya. Selain itu, sirup obat tak baik disimpan lama.<br /><br />Dalam keadaan tertentu, KORT juga perlu diisi dengan obat-obat khusus. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain:<br /><br />§ Tablet isosorbid dinitrat untuk penderita angina pektoris (nyeri dada yang dicetuskan oleh kerja keras dan kegembiraan berlebih). Obat yang penggunaannya diletakkan di bawah lidah ini hanya dapat diperoleh melalui resep dokter. Biasanya dokterlah yang menyarankannya. Supaya pemakaiannya tepat, tanyakan benar cara menggunakannya dan tanda bahaya yang mengharuskan penderita segera menggunakan tablet ini.<br /><br />§ Obat penenang semacam diazepam mungkin perlu disimpan kalau insomnia sangat mengganggu. Namun, biarlah dokter yang memilih obat penenang terbaik buat pasien, sebab insomnia banyak bentuknya dan berbeda obatnya. Selain itu, pastikan bahwa obat itu aman dari penyalahgunaan oleh anggota keluarga lainnya. Kalau dirasa tidak aman, lebih baik tidak menyimpan obat penenang dalam KORT.<br /><br />§ Zalf atau jeli yang mengandung diklofenak atau piroksikam mungkin diperlukan untuk radang sendi yang memang berat dan obat gosok biasa mungkin tidak menolong.<br /><br />Obat khusus lainnya adalah obat-obat yang memang digunakan rutin untuk penyakit kronis seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, lemah jantung, kencing manis, tuberkulosis, dan lain sebagainya. Obat-obat ini harus diminum dengan aturan tertentu, jadi pastikan bahwa persediaannya tidak “putus”. Bila obat-obat itu tinggal 2 - 3 tablet saja, segeralah temui dokter untuk periksa ulang atau meminta resep baru.INDONESIAN PHARMACIST ASSOCIATIONhttp://www.blogger.com/profile/01183738594039395045noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4606987491397966047.post-7601045761011865352009-03-27T00:42:00.001-07:002009-03-27T00:42:56.033-07:00Obat Generik Murah Tetapi MUTU tidak Kalah<div class="posttext"><p align="justify">Ketika mendengar obat generik, umumnya orang akan langsung mengasumsikannya sebagai obat kelas dua, artinya mutunya kurang bagus. Obat generik pun kerap dicap obat bagi kaum tak mampu. Betulkah asumsi ini?</p> <p align="justify">Faktanya tidak demikian. Kurangnya informasi seputar obat generik adalah salah satu faktor penyebab obat generik dipandang sebelah mata. Padahal dengan beranggapan demikian, selain merugikan pemerintah, pihak pasien sendiri menjadi tidak efisien dalam membeli obat</p> <p align="justify">Membeli obat tidak bisa disamakan dengan membeli barang elektronik. Umumnya harga barang elektronik sebanding dengan kualitasnya, dimana semakin mahal harganya maka semakin bagus kualitasnya.</p> <p align="justify">Semua obat baru, tentu harus dibayar tinggi untuk jasa penemuannya, yang menjadi hak eksklusifnya. Namun, tidak semua penyakit yang pasien derita memerlukan jenis obat baru.</p> <p align="justify">Edukasi ke masyarakat mengenai obat generik menjadi perlu dan wajib untuk dilakukan. Kenali lebih dekat obat generik, maka Anda akan akan diuntungkan karena meski harga murah tapi mutu tidak kalah.</p></div>INDONESIAN PHARMACIST ASSOCIATIONhttp://www.blogger.com/profile/01183738594039395045noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4606987491397966047.post-80415861962024406852009-03-27T00:41:00.001-07:002009-03-27T00:41:57.533-07:00Masalah Terbesar Obat Generik<div class="posttext">Setiap negara wajib menyusun daftar obat esensial (DOEN), sejumlah jenis obat yang paling dibutuhkan di suatu negara, dan yang tergolong sering dipakai. Daftar ini dapat ditambah atau dikurangi oleh pemerintah sesuai kebutuhan negara. <p align="justify">Semakin bijak keputusan menyusun DOEN, semakin diuntungkan pihak konsumen. Lebih bijak kalau jumlah jenis obat yang dinilai layak tidak semakin banyak. Semakin sedikit jenis obat DOEN, semakin rasional obat yang bakal digunakan dalam praktik keseharian.</p> <p align="justify">Namun, yang terjadi sekarang, dan itu sudah lama berlangsung, DOEN kita cenderung tambun. Obat bermerk dan jenis yang sama pun terus bertambah, sehingga membuat bingung dokter saat menulis resep. Kalau ada seratus jenis obat esensial, dan masing-masing jenis obat diproduksi oleh sepuluh merk obat, berapa ribu merk obat yang harus dokter ingat.</p> <p align="justify">Bayangkan kalau untuk obat batuk yang sama tersedia puluhan merek. Duplikasi obat begini yang membuat persaingan harga obat semakin kurang sehat. Siapa merk obat yang berani lebih genit mempengaruhi dokter dan menulis resep, merk itu yang berpotensi menguasai pasar.</p> <p align="justify">“Beda harga obat bermerk dengan obat generik sekitar 40 kali, 80 kali bahkan ada yang sampai 200 kali lipat,” ungkap <strong>dr. Marius Widjajarta, SE</strong>. Perusahaan farmasi mengklaim bahwa keuntungan tersebut untuk komisi dokter meresepkan obat bermerk. Hal inilah yang menjadi kendala terbesar mandeknya obat generik di Indonesia.</p> <p align="justify"><strong>dr. Marius Widjajarta, SE</strong> menambahkan bahwa di luar negeri, harga maksimal obat bermerk diatur hanya 1,2-2 kali harga obat generik. Tidak mengherankan jika kemudian peredaran obat palsu subur di Indonesia.</p> <p align="justify">Sebenarnya sejak tahun 2006 kemarin, Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GP Farmasi) telah mengeluarkan Surat Edaran No. 100/SK/GPFI/2006 tanggal 1 September 2006 yang berisi himbauan kepada perusahaan farmasi untuk menurunkan harga obat bermerk sehingga harganya berkisar 3 kali lipat harga obat generik.</p> <p align="justify">Harga obat generik bermerek (obat bermerk) yang diturunkan meliputi 34 item obat esensial bermerek yang mencakup lebih kurang 1.400 sediaan yang diproduksi berbagai perusahaan farmasi swasta yang merupakan anggota GP Farmasi kecuali Perusahaan Modal Asing (PMA).</p> <p align="justify">Beda dengan Indonesia, pangsa pasar obat generik di negara maju seperti Amerika telah mencapai 40-45%. Di negara maju telah menganut sistem klaim asuransi kesehatan, sedangkan Indonesia masih menganut <em>auto pocket</em> dimana kalau sakit baru bayar biaya pengobatan.</p> <p align="justify">Pada obat bermerek dagang memang dilakukan pemillihan <em>bahan pembantu</em> (bahan tambahan yang digunakan untuk membentuk produk obat selain zat aktif) yang spesial dan kemasan produk yang menawan yang menjadikannya terasa istimewa.</p> <p align="justify">Sedangkan pada obat generik dilakukan penekanan biaya produksi untuk penurunan harga produk. Akan tetapi berkat adanya studi BA dan atau BE, obat generik akan memberikan jaminan keamanan dan khasiat pengobatan walaupun kemungkinan adanya perbedaan sifat fisiko kimia zat aktif yang digunakan (bentuk kristal dan ukuran partikel) pada kedua produk obat tersebut.</p> <h4><span style="color:#3366ff;">Obat Generik Adalah Hak Pasien<a name="tujuh" id="tujuh"></a></span></h4> <p align="justify">Menurut <strong>dr. Marius Widjajarta, SE</strong>, UU No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah menguraikan apa yang menjadi hak-hak seorang pasien, antara lain:</p> <ol type="1"><li>Hak untuk informasi yang benar, jelas dan jujur.</li><li>Hak untuk jaminan kemanan dan keselamatan.</li><li>Hak untuk ganti rugi.</li><li>Hak untuk memilih.</li><li>Hak untuk didengar.</li><li>Hak untuk mendapatkan advokasi.</li><li>Hak-hak yang diatur oleh perundang-undangan.</li></ol> <p align="justify">Tidak tanggung-tanggung, jika melanggar maka sanksi yang menanti pun cukup berat. Pelanggar UU tersebut dapat dikenai denda maksimal 2 milyar dan kurungan maksimal 5 tahun.</p> <p align="justify">Coba simak tips untuk berobat ke dokter dari <strong>dr. Marius Widjajarta, SE</strong> :“Mintalah obat generik ketika berobat ke dokter dan ingatkan dokter bahwa jika dokter tidak memberikan informasi yang benar, jujur dan jelas maka dokter bisa melanggar UU No. 8 tahun 1999.”</p> <p align="justify">Pasien memiliki hak untuk memilih pengobatan. <strong>DR. Dr. Fachmi Idris, M.Kes</strong> mengatakan bahwa pasien harus mengingatkan dokter untuk menuliskan resep obat generik.</p> <p align="justify">Jadi tidak ada alasan terutama bagi konsumen yang berkantong tebal untuk ragu dan merasa ‘bersalah’ jika hendak memilih obat generik dengan alasan penghematan. Apalagi dalam kondisi bangsa saat ini yang sedang menderita kronis akibat permasalahan hukum, politik, ekonomi, dan keamanan, di mana diperlukan kecerdasan seorang konsumen dalam memilih pengobatan.</p></div> <div class="postedby">Posted by <span class="author">JAROT</span> at <span class="time">06:39:43</span> | <span class="permalink"><a href="http://jarotapt.blog.com/4483812/">Permanent Link</a></span> | <span class="comments"><a href="http://jarotapt.blog.com/4483812/#cmts">Comments (0)</a></span> | <a href="http://jarotapt.blog.com/_/sendpostbymail/?postid=4483812"><span class="mail"></span></a> </div> <h4 class="posttitle">Kualitas Obat Generik Tidak Kalah</h4> <div class="posttext"><p align="justify">Orang sering mengira bahwa mutu obat generik kurang dibandingkan obat bermerk. Harganya yang terbilang murah membuat masyarakat tidak percaya bahwa obat generik sama berkualitasnya dengan obat bermerk.</p> <p align="justify">Padahal generik atau zat berkhasiat yang dikandung obat generik sama dengan obat bermerk. “Orang kan makan generiknya bukan merknya, karena yang menyembuhkan generiknya,” ungkap <strong>dr. Marius Widjajarta, SE</strong>.</p> <p align="justify">Kualitas obat generik yang disebut ´tidak genit tapi menarik´ oleh dr. Marius ini tidak kalah dengan obat bermerk karena dalam memproduksinya perusahaan farmasi bersangkutan harus melengkapi persyaratan ketat dalam <em>Cara-cara Pembuatan Obat yang Baik</em> (CPOB) yang dikeluarkan oleh <em>Badan Pengawasan Obat dan Makanan</em> (BPOM).</p> <p align="justify">Selain itu juga ada persyaratan untuk obat yang disebut uji <em><strong>Bioavailabilitas/Bioekivalensi</strong></em> (BA/BE). Obat generik dan obat bermerk yang diregistrasikan ke BPOM harus menunjukkan <em>kesetaraan biologi</em> (BE) dengan obat pembanding inovator.</p> <p align="justify"><em>Inovator</em> yang dimaksud adalah obat yang pertama kali dikembangkan dan berhasil muncul di pasaran dengan melalui serangkaian pengujian, termasuk pengujian BA.</p> <p align="justify">Studi BA dan atau BE seharusnya telah dilakukan terhadap semua produk obat yang berada di pasaran baik obat bermerk maupun obat generik. “Namun, pemerintah dalam hal ini BPOM masih fokus pada pelaksanaan CPOB,” ungkap <strong>DR. Dr. Fachmi Idris, M.Kes</strong>.</p></div>INDONESIAN PHARMACIST ASSOCIATIONhttp://www.blogger.com/profile/01183738594039395045noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4606987491397966047.post-76199988003362382009-03-27T00:40:00.000-07:002009-03-27T00:41:09.255-07:00Hak Pasien memilih Obat GenerikKurangnya informasi seputar obat generik adalah salah satu faktor penyebab obat generik dipandang sebelah mata. Padahal dengan beranggapan demikian, selain merugikan pemerintah, pihak pasien sendiri menjadi tidak efisien dalam membeli obat. Yang sebenarnya bisa memperoleh obat dengan harga miring, namun yang terjadi justru mereka harus bayar mahal.<br /><br />Ingat: membeli obat tidak bisa disamakan dengan membeli barang elektronik atau beli mobil. Umumnya harga barang tersebut sebanding dengan kualitasnya, dimana semakin mahal harganya maka semakin bagus kualitasnya.<br /><br />Banyak di antara pasien yang bahkan mungkin tidak pernah berpikir ke arah sana, karena kurang paham mengenai golongan obat secara umum.<br /><br />Menurut DR. Dr. Fachmi Idris, M.Kes, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) periode 2006-2009, secara internasional obat hanya dibagi menjadi menjadi 2 yaitu obat paten dan obat generik.<br /><br />Obat paten adalah obat yang baru ditemukan berdasarkan riset dan memiliki masa paten yang tergantung dari jenis obatnya. Menurut UU No. 14 Tahun 2001 masa berlaku paten di Indonesia adalah 20 tahun. Selama 20 tahun itu, perusahaan farmasi tersebut memiliki hak eksklusif di Indonesia untuk memproduksi obat yang dimaksud. Perusahaan lain tidak diperkenankan untuk memproduksi dan memasarkan obat serupa kecuali jika memiliki perjanjian khusus dengan pemilik paten.<br /><br />Setelah obat paten berhenti masa patennya, obat paten kemudian disebut sebagai obat generik (generik adalah nama zat berkhasiatnya). Nah, obat generik inipun dibagi lagi menjadi 2 yaitu Obat Generik Berlogo (atau OGB) dan generik bermerk (branded generic).<br /><br />Tidak ada perbedaan zat berkhasiat antara generik berlogo dengan generik bermerk. Bedanya adalah yang satu diberi merk, satu lagi diberi logo. Obat generik berlogo (lebih umum disebut obat generik saja) adalah obat yang menggunakan nama zat berkhasiatnya dan mencantumkan logo perusahaan farmasi yang memproduksinya pada kemasan obat, sedangkan obat generik bermerk (lebih umum disebut obat bermerk) adalah obat yang diberi merk dagang oleh perusahaan farmasi yang memproduksinya. “Orang kan makan generiknya bukan mereknya, karena yang menyembuhkan generiknya,” tambah DR. Dr. Fachmi Idris, M.Kes.<br /><br />Sebagai contoh kasus, dulu teman kost saya harus rela merogoh kantong sebesar Rp 600 ribu untuk menebus resep obat bermerk dari dokter. Tapi setelah dia coba minta diganti dengan obat generik, ternyata habisnya cuma Rp 125 ribu saja. Luar biasa! Sebuah selisih harga yang sangat fantastis! Lalu yang menjadi pertanyaan adalah mengapa harga obat generik bisa semurah itu?<br /><br />Harga obat generik lebih murah karena harganya sudah ditetapkan oleh pemerintah agar terjangkau oleh masyarakat. Sedangkan harga obat bermerek (branded) ditetapkan sesuai dengan kebijakan perusahaan farmasi masing-masing-masing. Selain itu biaya promosi obat generik tidak sebesar obat bermerek, sehingga lebih ekonomis.<br /><br />Hal yang perlu dicatat, bahwa kualitas obat generik tidak berbeda dengan obat bermerek karena diproduksi berdasarkan spesifikasi yang telah ditetapkan dalam farmakope (buku yang berisi standar bahan baku obat dan obat jadi) walaupun harganya lebih ekonomis; dan antara obat generik dan obat branded tidak ada pebedaannya, baik dari sisi keamanan maupun khasiat, yang membedakan hanya dalam bentuk, warna dan kemasannya yang lebih sederhana dibandingkan dengan obat branded.<br /><br />"Beda harga obat bermerek dengan obat generik sekitar 40 kali, 80 kali bahkan ada yang sampai 200 kali lipat,” ungkap dr. Marius Widjajarta, SE. Perusahaan farmasi mengklaim bahwa keuntungan tersebut untuk komisi dokter meresepkan obat bermerek. Sebagai perbandingan di luar negeri, harga maksimal obat bermerk diatur hanya 1,2 sampai 2 kali harga obat generik. Tidak mengherankan jika kemudian peredaran obat palsu subur di Indonesia. Hal inilah yang menjadi kendala terbesar mandeknya obat generik di Indonesia.<br /><br />Menkes mengakui bahwa harga obat di Indonesia termahal di dunia. Ia juga mengatakan faktor yang membuat harga obat mahal karena bahan bakunya diimpor dan harganya memang tinggi. Harga obat di Indonesia bisa mencapai 12 kali harga internasional. Alasannya masih sama: komponen impornya masih banyak dan diperberat dengan harga yang masih saja mahal, dan untuk itu harga yang harus dibayar pasien (sebagai konsumen) juga lebih besar.<br /><br />Jika kita mau menengok potensi bangsa, tentulah kita tahu bahwa Indonesia dianugerahi keanekaragaman hayati yang kaya sebagai modal utama obat tradisional, tapi tidak tahu bagaimana cara mensyukurinya dan cara mengolahnya. Kita tidak punya standardisasi obat tradisional terlebih dokter-dokter kita dididik untuk memberi resep dengan obat modern yang kebanyakan berbahan kimia. Jadi, wajar jika harga obat sangat mahal di Indonesia.<br /><br />Sebenarnya ada peluang bagi negara indonesia untuk mengembangkan dari sisi obat tradisional (fitofarmaka, jamu, dan obat herbal standar). Akan tetapi sering kali obat tradisional ini dipandang sebelah mata oleh publik di Indonesia. Padahal negara-negara maju sekarang mulai ‘back to nature’ dan mengembangkan pharmaceutical biotechnology yang lebih alami.<br /><br />Jika saja pemerintah mau membuka diri mau belajar dari India, banyak institusi kesehatan di sana yang produktif menghasilkan obat berkualitas dengan harga sangat murah. Bagaimana mereka bisa seperti itu? Ternyata hal tersebut tidak didorong oleh pasar, melainkan oleh misi non profit oriented, yang artinya tidak berorientasi pada keuntungan semata.<br /><br />Sosialisasi dan edukasi ke masyarakat mengenai obat generik menjadi perlu dan wajib untuk dilakukan. Kenali lebih dekat obat generik, maka Anda pasti akan diuntungkan karena meski harga murah tapi mutu tidak kalah.<br /><br />Coba simak tips untuk berobat ke dokter dari dr. Marius Widjajarta, SE: Mintalah obat generik ketika berobat ke dokter; dan ingatkan dokter bahwa jika dokter tidak memberikan informasi yang benar, jujur dan jelas, maka dokter tersebut melanggar UU No. 8 tahun 1999, tentang perlindungan konsumen.INDONESIAN PHARMACIST ASSOCIATIONhttp://www.blogger.com/profile/01183738594039395045noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4606987491397966047.post-21717765248102383832009-03-27T00:39:00.001-07:002009-03-27T00:40:29.461-07:00Obat Generik Dipastikan Naik Th 2009BANDUNG -- Ongkos kesehatan akan makin mencekik rakyat miskin negeri ini. Harga obat generik pada 2009 dipastikan naik. `'Harga obatnya memang pasti naik karena pengaruh dolar,'' ungkap Menteri Kesehatan, Siti Fadillah Supari, pada acara Dewan Kesehatan Rakyat, di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (20/12).<br /><br />Namun, agar masyarakat tidak merasakan kenaikan harga obat nonpaten yang dirancang supaya harganya terjangkau rakyat miskin itu, Departemen Kesehatan masih mengkaji rencana pemberian subsidi kepada perusahaan BUMN farmasi yang memproduksinya. ''Pembahasan akan dilakukan cepat karena 2009 sudah dekat,'' kata Menkes.<br /><br />Sebelumnya diberitakan bahwa kenaikan harga bahan baku, melemahnya rupiah, dan naiknya suku bunga perbankan membuat perusahaan BUMN farmasi terancam kolaps. Untuk mencegah itu, BUMN farmasi akan menaikkan harga obat generik. Menkes menjelaskan, ada dua opsi yang mengemuka, yakni memberikan subsidi atau harga obat generik naik. Opsi subsidi merupakan salah satu jalan untuk meningkatkan biaya produksi, terlebih harga obat generik ditetapkan berdasarkan standar Depkes RI.<br /><br />Kenaikan harga obat generik terakhir terjadi pada 2003 berdasarkan SK Menteri Kesehatan No 1112/Menkes/SK/VII/2003. Kenaikan itu disebabkan kenaikan beberapa komponen biaya struktur produksi, antara lain, harga bahan baku, kemasan, dan <em>overhead</em> atau biaya operasional.<br /><br /><strong>Kebutuhan subsidi</strong><br />Dari perhitungan BUMN farmasi, kebutuhan subsidi mencapai Rp 300 miliar. Angka itu dihitung dari kebutuhan bahan baku obat yang masih impor sebesar 10 juta dolar AS dikalikan selisih dolar Rp 3.000 per dolar AS (dulu Rp 9.000 kini Rp 12 ribu). Subsidi seperti ini pernah dilakukan pada 1998 sebesar Rp 5.000 saat kurs dolar AS Rp 15 ribu.<br /><br />Direktur Utama Kimia Farma, Syamsul Arifin, menjelaskan, pada tahun ini kerugian BUMN farmasi hanya diperoleh dari selisih kurs dolar. ''Karena bahan baku obat generik masih impor, pembelian menggunakan dolar. Saat melakukan pemesanan, harga dolar masih Rp 9.000, sedangkan saat jatuh tempo pembayaran utang, harga dolar capai Rp 12 ribu, tuturnya.<br /><br />Kerugian Kimia Farma akibat selisih dolar ini mencapai Rp 3 miliar, dan Indo Farma Rp 17 miliar. Kondisi ini lebih baik, karena kebutuhan bahan baku triwulan akhir 2008 yang kebanyakan dibeli dari Cina dan India ini sudah terpenuhi. Kini, persoalannya ada pada bahan baku 2009 yang kemungkinan besar akan naik seiring krisis ekonomi global.<br /><br />`'Kita tidak punya dana <em>cash</em> untuk beli, bukannya tidak mau memproduksi obat,'' cetus Syamsul. Bagaimanapun, produksi obat tidak mungkin dikurangi. Selain karena akan mengalami kerugian dari sisi pabrik, masyarakat pun membutuhkan obat generik yang manfaatnya sama, namun harganya sangat miring. Obat generik adalah obat yang khasiatnya sama persis seperti obat paten dengan komposisi yang serupa. Yang membedakan harganya antara langit dan bumi adalah cerita di balik pembuatan dan pemasarannya. ren.INDONESIAN PHARMACIST ASSOCIATIONhttp://www.blogger.com/profile/01183738594039395045noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4606987491397966047.post-56033616172945331352009-03-27T00:39:00.000-07:002009-03-27T00:40:13.120-07:00Obat Generik Dpastikan Naik Th 2009BANDUNG -- Ongkos kesehatan akan makin mencekik rakyat miskin negeri ini. Harga obat generik pada 2009 dipastikan naik. `'Harga obatnya memang pasti naik karena pengaruh dolar,'' ungkap Menteri Kesehatan, Siti Fadillah Supari, pada acara Dewan Kesehatan Rakyat, di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (20/12).<br /><br />Namun, agar masyarakat tidak merasakan kenaikan harga obat nonpaten yang dirancang supaya harganya terjangkau rakyat miskin itu, Departemen Kesehatan masih mengkaji rencana pemberian subsidi kepada perusahaan BUMN farmasi yang memproduksinya. ''Pembahasan akan dilakukan cepat karena 2009 sudah dekat,'' kata Menkes.<br /><br />Sebelumnya diberitakan bahwa kenaikan harga bahan baku, melemahnya rupiah, dan naiknya suku bunga perbankan membuat perusahaan BUMN farmasi terancam kolaps. Untuk mencegah itu, BUMN farmasi akan menaikkan harga obat generik. Menkes menjelaskan, ada dua opsi yang mengemuka, yakni memberikan subsidi atau harga obat generik naik. Opsi subsidi merupakan salah satu jalan untuk meningkatkan biaya produksi, terlebih harga obat generik ditetapkan berdasarkan standar Depkes RI.<br /><br />Kenaikan harga obat generik terakhir terjadi pada 2003 berdasarkan SK Menteri Kesehatan No 1112/Menkes/SK/VII/2003. Kenaikan itu disebabkan kenaikan beberapa komponen biaya struktur produksi, antara lain, harga bahan baku, kemasan, dan <em>overhead</em> atau biaya operasional.<br /><br /><strong>Kebutuhan subsidi</strong><br />Dari perhitungan BUMN farmasi, kebutuhan subsidi mencapai Rp 300 miliar. Angka itu dihitung dari kebutuhan bahan baku obat yang masih impor sebesar 10 juta dolar AS dikalikan selisih dolar Rp 3.000 per dolar AS (dulu Rp 9.000 kini Rp 12 ribu). Subsidi seperti ini pernah dilakukan pada 1998 sebesar Rp 5.000 saat kurs dolar AS Rp 15 ribu.<br /><br />Direktur Utama Kimia Farma, Syamsul Arifin, menjelaskan, pada tahun ini kerugian BUMN farmasi hanya diperoleh dari selisih kurs dolar. ''Karena bahan baku obat generik masih impor, pembelian menggunakan dolar. Saat melakukan pemesanan, harga dolar masih Rp 9.000, sedangkan saat jatuh tempo pembayaran utang, harga dolar capai Rp 12 ribu, tuturnya.<br /><br />Kerugian Kimia Farma akibat selisih dolar ini mencapai Rp 3 miliar, dan Indo Farma Rp 17 miliar. Kondisi ini lebih baik, karena kebutuhan bahan baku triwulan akhir 2008 yang kebanyakan dibeli dari Cina dan India ini sudah terpenuhi. Kini, persoalannya ada pada bahan baku 2009 yang kemungkinan besar akan naik seiring krisis ekonomi global.<br /><br />`'Kita tidak punya dana <em>cash</em> untuk beli, bukannya tidak mau memproduksi obat,'' cetus Syamsul. Bagaimanapun, produksi obat tidak mungkin dikurangi. Selain karena akan mengalami kerugian dari sisi pabrik, masyarakat pun membutuhkan obat generik yang manfaatnya sama, namun harganya sangat miring. Obat generik adalah obat yang khasiatnya sama persis seperti obat paten dengan komposisi yang serupa. Yang membedakan harganya antara langit dan bumi adalah cerita di balik pembuatan dan pemasarannya. ren.INDONESIAN PHARMACIST ASSOCIATIONhttp://www.blogger.com/profile/01183738594039395045noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4606987491397966047.post-58596680097073353832009-03-15T22:54:00.001-07:002009-03-15T22:54:24.427-07:00Kode ETIK Apoteker Indonesia<p style="text-align: center;" align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"><b><span style="font-size: 7pt;">KODE ETIK APOTEKER INDONESIA</span></b></span> </p> <p align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">MUKADIMAH</span> </p> <p style="text-align: center;" align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"></span> </p> <p> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa</span> </p> <p style="text-align: justify;" dir="ltr"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Apoteker di dalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsa serta di dalam mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker.</span> </p> <p style="text-align: justify;"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya berpedoman pada satu ikatan moral yaitu :</span> </p> <p style="text-align: center;" align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"><b><span style="font-size: 7pt;"></span></b></span> </p> <p style="text-align: center;" align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"><b><span style="font-size: 7pt;">KODE ETIK APOTEKER INDONESIA</span></b></span> </p> <p style="text-align: center;" align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"><b><span style="font-size: 7pt;"></span></b></span> </p> <p style="text-align: center;" align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"><b><span style="font-size: 7pt;">BAB I</span></b></span> </p> <p align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">KEWAJIBAN UMUM</span> </p> <p style="text-align: center;" align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"><b><span style="font-size: 7pt;"></span></b></span> </p> <p align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Pasal 1</span> </p> <p style="text-align: center;" align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"></span> </p> <p style="text-align: center;" align="center"> <b><span style="font-size: 7pt;"><span style="font-size: 10pt;">Sumpah/Janji</span></span></b> </p> <p style="text-align: justify;"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Setiap Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Apoteker.</span> </p> <p style="text-align: justify;"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"></span> </p> <p align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Pasal 2</span> </p> <p style="text-align: justify;"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Setiap Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.</span> </p> <p style="text-align: justify;"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"></span> </p> <p align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Pasal 3</span> </p> <p style="text-align: justify;"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.</span> </p> <p style="text-align: justify;"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"></span> </p> <p align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Pasal 4</span> </p> <p style="text-align: justify;"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.</span> </p> <p style="text-align: justify;"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"></span> </p> <p style="text-align: center;" align="center"> <span style="font-size: 7pt;"><span style="font-size: 10pt;">Pasal 5</span></span> </p> <p> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.</span> </p> <p style="margin-left: 18pt; text-indent: -18pt;"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"></span> </p> <p align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Pasal 6</span> </p> <p> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain.</span> </p> <p style="margin-left: 24pt; text-align: justify; text-indent: -12pt;"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"></span> </p> <p align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Pasal 7</span> </p> <p style="text-align: justify;"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.</span> </p> <p> <span style="font-weight: 400; font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"></span> </p> <p align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Pasal 8</span> </p> <p> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di Bidang Kesehatan pada umumnya dan di Bidang Farmasi pada khususnya.</span> </p> <p style="text-align: center;" align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"><b><span style="font-size: 7pt;"></span></b></span> </p> <p style="text-align: center;" align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"><b><span style="font-size: 7pt;">BAB II</span></b></span> </p> <p style="text-align: center;" align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"><b><span style="font-size: 7pt;">KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PENDERITA</span></b></span> </p> <p align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Pasal 9</span> </p> <p style="text-align: justify;"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Seorang Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak asazi penderita dan melindungi makhluk hidup insani.</span> </p> <p> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"></span> </p> <p style="text-align: center;" align="center"> </p> <p align="center"> </p> <p align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"><b><span style="font-size: 7pt;">BAB III</span></b></span> </p> <p style="text-align: center;" align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"><b><span style="font-size: 7pt;">KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT</span></b></span> </p> <p align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Pasal 10</span> </p> <p> <span style="line-height: 200%; font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Setiap Apoteker harus memperlakukan Teman Sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.</span> </p> <p align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Pasal 11</span> </p> <p style="text-align: justify;"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk mematuhi ketentuan-ketentuan Kode Etik. </span> </p> <p style="text-align: justify;"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"></span> </p> <p align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Pasal 12</span> </p> <p> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.</span> </p> <p> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"><b><span style="font-size: 7pt;"></span></b></span> </p> <p style="text-align: center;" align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"><b><span style="font-size: 7pt;">BAB IV</span></b></span> </p> <p style="text-align: center;" align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"><b><span style="font-size: 7pt;">KEWAJIBAN APOTEKER/FARMASIS TERHADAP SEJAWAT PETUGAS KESEHATAN LAINNYA</span></b></span> </p> <div align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Pasal 13</span> </div> <p style="text-align: justify;"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati Sejawat Petugas Kesehatan.</span> </p> <p style="text-align: center;" align="center"> <span style="font-size: 7pt;"><span style="font-size: 10pt;">Pasal 14</span></span> </p> <p> <span style="font-size: 10pt;">Setiap </span><span style="line-height: 200%; font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat </span><span style="line-height: 200%; font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">mengakibatkan berkurangnya/hilangnya kepercayaan </span><span style="line-height: 200%; font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya.</span> </p> <p style="text-align: center;" align="center"> </p> <p style="text-align: center;" align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"><b><span style="font-size: 7pt;">BAB V</span></b></span> </p> <p style="text-align: center;" align="center"> </p> <p style="text-align: center;" align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"><b><span style="font-size: 7pt;">PENUTUP</span></b></span> </p> <p style="text-align: center;" align="center"> </p> <p align="center"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Pasal 15</span> </p> <p style="text-align: justify;"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Setiap Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari. Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun idtak sengaja melanggar atau tidak mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia, maka Apoteker tersebut wajib mengakui dan<span></span>menerima sanksi dari pemerintah, Ikatan/Organisasi Profesi Farmasi yang menanganinya yaitu ISFI dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.</span> </p> <p> <span style="line-height: 200%; font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;"></span> </p> <p style="margin-left: 180pt; text-align: justify;" align="left"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Ditetapkan di <span></span>:<span></span>Denpasar</span> </p> <p style="margin-left: 180pt; text-align: justify;" align="left"> <span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma,Arial,sans-serif;">Pada tanggal<span></span>:<span></span>18 Juni 2005</span> </p>INDONESIAN PHARMACIST ASSOCIATIONhttp://www.blogger.com/profile/01183738594039395045noreply@blogger.com0